ABSTARK
Distribusi Zat Terlarut Antara Dua Pelarut yang Tidak Saling Campur
Kind of separation there are a variety of methods, including the most popular is a good and solvent extraction on water extraction. Solvent extraction involves the distribution of a solute (solute) in between the two liquid phases are not mixed with each other, such as benzene, carbon tetrachloride or chloroform, with the restriction of the solute can be transferred to the number of different solvents in the second phase. Distribution of the phenomenon is a phenomenon in which the distribution of a compound between the two liquid phases are not intermingled, dependent the physical and chemical interactions between the solvent and the compounds dissolved in the two phases, namely the molecular structure.Keyword: Solvent extraction, distribution of the phenomenon, molecular structure.
Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas zat terlarut dalam satu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain diketahui, asalkan kedua pelarut tidak tercampur sempurna satu sama lain. Hukum distribusi Nernst ini menyatakan bahwa solut akan terdistribusi di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, sehingga setelah kesetimbangan distribusi tercapai, perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua fasa pelarut pada suhu konstan akan merupakan suatu tetapan, yang disebut koefisien distribusi (KD), jika di dalam kedua fasa pelarut tidak terjadi reaksi-reaksi apapun. Akan tetapi, jika solut di dalam kedua fasa pelarut mengalami reaksi-reaksi tertentu seperti assosiasi, dissosiasi, maka akan lebih berguna untuk merumuskan besaran yang menyangkut konsentrasi total komponen senyawa yang ada dalam tiap-tiap fasa, yang dinamakan (D) angka banding distribusi (Day dan Underwood, 2002).
Kata Kunci: Hukum distribusi, Hukum distribusi Nernst, Angka banding distribusi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai zat-zat kimia tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-pelarut tertentu pula dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang lain. Namun, cairan-cairan tertentu seperti eter dan air bila dikocok bersama-sama dalam satu bejana dan campuran tersebut kemudian dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Cairan-cairan seperti itu dikatakan sebagai tak dapat campur (karbon disulfida dan air) atau setengah campur antar larutan eter dan akuades (Vogel,1986).Reaksi berlangsung antara dua fase atau lebih pada kondisi sistem heterogen, jadi pada sistem heterogen dapat dijumpai reaksi antara padat dan gas atau antara padatan dan cairan. Cara yang paling mudah untuk menyelesaikan persoalan pada sistem heterogen adalah menganggap komponen-komponen dalam reaksi bereaksi pada fase yang sama. Kesetimbangan heterogen ditandai dengan adanya terbentuk beberapa fase pada kesetimbangan tersbut, yang antara lain dibedakan menjadi fase kesetimbangan fisika dan kesetimbangan kimia. Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas zat terlarut dalam suatu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain yang diketahui, asalkan kedua pelarut tersebut tidak bercampur secara sempurna antara satu sama lain. Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi, analisis dan penentuan tetapan kesetimbangan. Oleh karena hukum distribusi ini sangat penting untuk dipelajari karena banyak digunakan dalam penentuan tetapan kesetimbangan dan maka dari itu dilakukanlah percobaan distribusi solute(zat terlarut) antara dua pelarut yang tak saling campur ini, agar dapat menentukan besarnya konstanta kesetimbangan suatu pelarut yang tidak bercampur.
1.2 Tujuan
ü Mempelajari kelarutan suatu zat terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling campurü Menentukan harga konstanta distribusinya
1.3 Prinsip
Pemisahan antara dua pelarut air dan pelarut organik dapat dilakukan dengan cara memasukan beberapa larutan asam yang tersedia pada konsentrasi yang berbeda-beda kedalam corong pisah dengan proses penambahan pelarut organik nonpolar pada volume tertentu sambil dikocok-kocok hingga terjadi kesetimbangan dalam selang waktu yang berkisar ± 15 menit sampai terbentuk dua fase dari hasil pengocokkan tersebut, kemudian dilakukan penyaringan pada larutan dua fase tersebut untuk diambil lapisan fase air hasilnya sebagai bahan untuk titrasi dengan larutan standar NaOH dan ditambahkan indikator PP yanng kemudian dilakukan titrasi, proses tersebut dilakukan secara duplo untuk mendapatkan hasil yang akurat dari percobaan.NaOH + H2O Na+ + OH- + H2O
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Larutan dan PelarutLarutan merupakan suatu campuran homogen antara zat terlarut dengan zat terlarut. Larutan dikatakan campuran dikarenakan susunannya dapat berubah-ubah dan dikatakan homogen karena susunannya seragam, sehingga tidak dapat diamati perbedaan antara campuran tersebut. Campuran heterogen dapat terdeteksi antara beberapa fase yang terpisah, larutan dapat berupa gas, cairan atau padatan (Hardjono, 2001).
Perlarut dapat didefenisikan sebagai medium bagi zat terlarut yang dapat berperan sebagai media ikut serta dalam reaksi kimia pada larutan atau untuk meninggalkan larutan karena proses pengendapan atau penguraian. Larutan terbentuk dengan melalui percampuran antar dua atau lebih zat murni yang molekulnya berintraksi secara langsung dalam keadaan bercampur (Sastromidjojo, 2001).
2.2 Hukum Distribusi
Zat cair membagi diri antara dua cairan yang tidak dapat bercampur, ada suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat terlarut dalam dua fase pada kesetimbangan. Nest pertama kali memberikan pernyataan mengenai hukum distribusi pada tahun 1981, Nest merupakan orang pertama yang menetapkan bahwa angka banding pada suatu konsentrasi pada kesetimbangan adalah konstanta pada suatu temperatur yang tertentu (Day dan Underwood, 2002).
[A]1 / [A]2 = Konstanta (K)
Dimana [A] merupakan konsentrasi zat dalam fase cair
Dua larutan yang tidak saling cmapur seperti air dan karbon tetraklorida, air dimasukkan ke dalam bejana kemudian larutan ini akan terpisah menjadi sua fase dengan zat cair yang kerapatannya lebih rendah. Hukum distribusi atau hukum Nest juga dapat diaplikasikan dalam ilmu matematika dan merupakan salah satunya pada prinsip geometri (Hardjono, 2001).2.3 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan salah satu bentuk pemisahan komponen campuran dengan campuran lainnya. Ekstraksi memanfaatkan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat saling campur dan digunakan untuk mengambil zat terlarut tersebut dari suatu pelarut ke pelarut lainnya. Macam-macam ekstraksi antara lain (Day dan Underwood, 2002; Mulyono, 2006).
ü Ekstraksi yang melibatkan kesetimbangan tambahan
ü Ekstraksi yang melibatkan antara pasangan non logam/ sulvent
ü Ekstraksi ganda dengan porsi berturut-turut dan arus lawan
Pengertian dari ektraksi larutan adalah suatu teknik pemisahan dimana suatu larutan/cairan yang pada hakikatnya tidak bercampur dengan zat tersebut, sehingga menimbulkan perpindahan satu zat atau lebih zat yang terlarut dalam pelarut yang kedua. Pemisahan yang dapat dilakukan bersifat sederhana, bersih, cepat dan mudah. Banyak kasus pemisahan yang dapat dilakukan dengan mengocok campuran tersebut dalam sebuah corong pisah dalam beberapa waktu tertentu (Basset, DKK, 1994).2.4. Kepolaran Larutan dan Disosiasi Zat
Zat nonpolar tidak dalam proses pelarutan harus terjadi suatu percampuran homogen dimana molekul zat terlarut akan terbagi rata, homogen antara molekul pelarut dan ini bearti bahwa ikatan antara molekul zat terlarut dan pelarut harus dicampurkan. Andaikan ikatan tersebut tidak sejenis dapat dipahami bahwa tingkat homogen sukar dicapai karena molekul polar akan cenderung mencapai polar dan yang nonpolar akan mencari sesama nonpolar. Senyawa akan terdiri dari kation dan anion, dimana kation bermuatan pasitif dalan air dan anion bersifat negatif (Noerdina, 1986 dan Daintith, 1994).
Zat akan menunjukan aktivasi yang berbeda untuk masing-masing fase apabila zat tersebut bersentuhan dengan dua fase yang berbeda sebagai zat yang akan diserap dan dilarutkan oleh suatu fase yang lebih besar dari fase-fase yang lainnya. Disosiasi adalah pemisahan molekul, ion dan sebagainya menjadi molekul atau ion yang lebih kecil. Contoh dari disosiasi adalah suatu reaksi yang reversible seperti berikut (Daintith, 1994).
2H H2 + I2
2.5 Titrasi
Titrasi merupakan suatu metode yang digunakan untuk mentukan jumlah volume dan konsentrasi zat yang digunakan dengan mereaksikannya dengan suatu zat pembanding yang diketahui jumlah volume dan konsentrasinya. Analisi yang digunakan adalah berupa suatu analisis kuantitatif, sehingga jika diketahui persamaan reaksinya akan dengan mudah untuk mengetahui konsentrasi untuk larutan lainnya tersebut (Noerdina, 1986).
Analisis yang sering digunakan adalah berupa suatu analisis titrasi asam-basa. Larutan dengan fase basa ditambahkan ke dalam larutan asam dengan cara perlahan-lahan, sehingga akan sampai pada titik ekuivalen dari proses tersebut. Larutan pereaksi dinamakan peniter yang dimasukkan kedalam larutan lain, dimana peniter tersebut merupakan larutan yang konsentrasinya sudah diketahui dan kepekatannnya dengan pasti. Penambahan larutan secara hati-hati kepada larutan lain demi untuk mengetahui konsentrasi dari larutan yang tercampurkan tersebut dinamakan titrasi (Day dan Underwood, 2002).
2.6. Analisi Bahan (H2O)
2.6.1. Akuades
Akuades merupakan pelarut yang paling baik dengan konsta dielektrik yang tinggi serta tidak berwarna. Akuades memiliki titik didih yang tepat pada suhu 100oC dan titik lebur 0,0oC, berguna sebagai pelarut dalam beberapa reaksi kimia (Kusuma, 1983).
2.6.2. Asam Asetat (CH3COOH)
Asam asetat merupakan zat cair tanpa warna namun berbau sengat, dihasilkan melalui fermentasi alkohol oleh bakteri acetobacter areti asam asetat murni membeku pada 290 K. Asam asetat merupakan asam lemah yang dapat merusak kulit (Daintith, 1994).
2.6.3. Asam Oksalat (H2C2O4)
Asam oksalat merupakan padatan kristal yang sedikit larut dalam air, asam oksalat menjadi anhidrat jika dipanaskan pada suhu 110oC, termasuk asam yang sangat beracun (Daintith, 1994)
2.6.4. Indikator PP (Fenolftalein)
Indikator PP merupakan indikator yangdiguakan untuk mengikuti reaksi asam-basa. Indikator fenolftalein tidak memberikan warna pada kondisi di bawah pH=8 dan berwarna di atas pH=9,6 (Basset, 1994).
2.6.5. Natrium Hidroksida (NaOH)
NaOH larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter. NaOH sangat korosif pada tubuh. NaOH 50% pada temperatur tertentu dapat sebagai media oksida anodik yang tumbuh pada baja (Burligh, 2008).
2.6.5. Pelarut Organik (Eter)
Eter adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus R—O—R', dengan R dapat berupa alkil maupun aril. Contoh senyawa eter yang paling umum adalah pelarut dan anestetik dietil eter (etoksietana, CH3-CH2-O-CH2-CH3). Eter sangat umum ditemukan dalam kimia organik dan biokimia, karena gugus ini merupakan gugus penghubung pada senyawa karbohidrat dan lignin (Daintith, 1994).
BAB II
METODOLOGI
2.1. Alat dan Bahan
2.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah corong pisah 250 ml, erlenmeyer 250 ml, buret 25 ml, pipet volume 20 ml, gelas beaker, labu ukur 500 ml dan 250 ml dan statif.
2.1.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah akuades, larutan asam asetat, larutan asam oksalat, eter, indikator PP dan larutan standar NaOH.
2.2. Prosedur Kerja
2.2.1. Standarisasi NaOH
Padatan NaOH
|
Ditimbang sebanyak 2 gram
Dipindahkan padatan tersebut ke dalam erlenmeyer
Dilarutkan dalam 50 ml akuades sambil diaduk-aduk agar larut secara sempurna dalam akuades
Indikator PP
|
Dipipet sebanyak 20 ml NaOH ke dalam erlenmeyer lainnya
Ditambahkan sebanyak 3 tetes
Dititrasi dengan larutan H2C2O4 dan CH3COOH masing-masing 50 ml sampai terbentuk titik ekuivalen dalam titrasi
Dicatat volume masing-masing larutan H2C2O4 dan CH3COOH yang digunakan dalam proses standarisasi tersebut
Dilakukan Duplo untuk masing larutan
Hasil
|
H2C2O4 dan CH3COOH
|
Dibuat dalam konsentarsi yang berbeda-beda
Pelarut organik nonpolar
|
Ditambahkan 20 ml
Dikocok-kocok sampai terjadi keseimbangan ± 15 menit
Didiamkan sampai terjadi pemisahan antara pelarut air dengan pelarut organik
Dilakukan pemisahan
Lapisan H2O
|
Diambil 5 ml
Dititrasi dengan larutan stansar NaOH dengan menggunakan indikator PP
Dilakikan secara Duplo
Hasil
|
2.3. Rangkaian Alat
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Pengamatan4.1.1. Tabel Prosedur Kerja
No
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1. | Dibuat masing-masing larutan asam asetat dan asam oksalat dalam konsentrasi yang berbeda-beda. | Larutan CH3COOH dengan konsentrasi 0,5M, 0,25M, 0,125M. |
2. | Diambil 20mL salah satu konsentrasi asam, dimasukkan dalam corong pisah lalu ditambahkan 20mL pelarut organic nonpolar dan dikocok sampai kesetimbangan terjadi kurang lebih 15 menit. | Larutan H2CO4 konsentrasi 0,5M, 0,25M, 0,125M. Dilakukan pengocokan terhadap larutan asam (CH3COOH dan H2C2O4), masing-masing larutan asam dikocok dalam corong pisah dengan penambahan 20mL eter. |
3. | Didiamkan sehingga terjadi pemisahan antara pelarut air dan pelarut organic , lalu dilakukan pemisahan. | |
4. | Diambil 5mL dari lapisan air hasil pemisahan dan dititrasi dengan larutan standar NaOH dengan menggunakan indikator PP. | 2,5mL H2C2O4 0,125M dititrasi dengan NaOH 6,5mL (Vrata-rata). 2,5mL CH3COOH 0,25mL dititrasi dengan NaOH 9,15mL (Vrata-rata) |
5. | Dilakukan duplo | |
6. | Cara 2 dan 3 dilakukan untuk konsentrasi berbeda-beda. |
4.1.2. Tabel Hasil Titrasi
No
|
Kosentrasi Asam asetat
|
Volume NaOH (mL)
|
Konsentrasi Asam oksalat [H2C2O4]
|
Volume NaoH (mL)
|
Perubahan Warna
|
1.
|
0,5
|
16,5
|
0,5
|
28,7
|
Merah muda
|
2.
|
0,5
|
16,8
|
0,5
|
18,8
|
Merah muda
|
3.
|
0,25
|
9,7
|
0,25
|
22,1
|
Merah muda
|
4.
|
0,25
|
8,6
|
0,25
|
23
|
Merah muda
|
5.
|
0,125
|
4,1
|
0,125
|
11,4
|
Merah muda
|
6.
|
0,125
|
4,1
|
0,125
|
11,5
|
Merah muda
|
4.2. Pembahasan
Pada percobaan kali ini praktikan melakukan analisa kuantitatif untuk menstandarisasi larutan baku sekunder dengan larutan baku primer. Dimana pada percobaan kali ini larutan baku sekunder yang akan digunakan adalah NaOH dan larutan baku primer H2C2O4 dan CH3COOH. Pada proses standarisasi ini, indikator yang digunakan yaitu fenophtalein (indikator PP). Indikator fenophtalein digunakan dalam percobaan ini karena fenophtalein tak berwarna dengan pH antara 8,3-10,0 akan mempermudah praktikan dalam mengetahui bahwa dalam proses sudah mencapai titik ekivalen. Perubahan yang terjadi pada proses penitrasian ini adalah berubah menjadi warna merah yang konstan dari warna asal mula bening. Perubahan warna ini terjadi karena telah tercapainya titik ekivalen. Volume NaOH yang diperlukan untuk titrasi sebanyak mL yang dihitung dari rata-rata 2 kali proses tittrasi.
C2H2O4 + 2NaOH → Na2C2O4 + 2H2O
Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi yang dinyatakan sebagai perbandingan antara fasa organik dan fasa air.
K = C1 / C2
dengan,
K: koefisien distribusi
C1 : konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 1
C2 : konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 2
Harga K akan tetap jika berat molekul zat terlarut dalam pelarut 1 sama dengan berat molekul dalam pelarut 2. Apabila berat molekul tidak sama, maka akan terjadi disosiasi zat terlarut atau disosiasi zat terlarut dalam satu pelarut.
Prinsip pada praktikum kali ini yaitu berdasarkan pada distribusi Nernst, yaitu terlarut dengan perbandingan tertentu antara 2 pelarut yang tidak saling melarut atau bercampur seperti eter, kloroform, karbon sulfida. Prinsip pada titrasi netralisasi yaitu titrasi asam basa yang melibatkan asammaupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya, dimana kadar lalrutan basa dapat ditentukan dengan menggunakanlarutan asam. Dalam percobaan ini digunakan 3 larutan asam asetat dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0,5 M, 0,25M dan 0,125M. Sebanyak 20 mL asam asetat dicampur dengan 20 mL dietil eter dan dilakukan pengocokan secara manual selama kurang lebih 15 menit.
Setelah pencampuran asam asetat dengan dietil eter dalam corong pemisah, larutan menjadi berasa dingin (terjadinya penurunan temperatur larutan) dan saat pengocokan dilakukan, larutan sering menghasilkan gas dimana gas yang terbentuk itu berasal dari larutan dietil eter yang bersifat mudah menguap. Oleh sebab itu ketika pengocokan dilakukan, sesekali gas harus dikeluarkan melalui kran.Pengeluaran gas dilakukan saat gas memberikan tekanan yang kuat pada tutup corong pemisah. Jika gas tidak dikeluarkan, dapat menyebabkan terjadinya ledakan pada corong pemisah. Fungsi pengocokan disini untuk membesarluas permukaan untuk membantu proses distribusi asam asetat pada kedua fasa. Setelah tercapai kesetimbangan pada corong pisah, campuran kemudian didiamkan dan terbentuk dua lapisan fasa atas dan fasa bawah. Dari kedua fsa tersebut yang diambil adalah fasa bawah karena pada fasa tersebut dicurigai terdapat asam asetat. Pada pelarut eter, asam asetat yang larut dalam air akan berada di lapisan bawah, sedangkan larutan asam asetat yang larut dalam pelarut petroleum eter berada dilapisan bawah. Hal ini terjadi karena perbedaan berat jenis pelarut organik dengan berat jenis air (massa jenis air lebih besar di banding masa jenis petroleum eter dimana massa jenis petroleum eter sebesar 0,66 sedangkan massa jenis air sebesar 0,99). Setelah proses pemisahan lapisan larutan berjalan dengan sempurna, maka lapisan air yang mengandung asam asetat dikeluarkan dan selanjutnya sebanyak 5mL larutan tersebut dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 M. Titrasi ini merupakan jenis titrasi asam basa dimana asamnya yaitu asam asetat (CH3COOH) bertindak sebagai titrat sedangkan basa yaitu NaOH bertindak sebagai titran dan dilakukan pula untuk konsentrasi 0,25M dan 0,125M.. Penggunaan indikator berguna untuk mendeteksi titik akhir titrasi, dimana akan terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah indikator fenolftalein (pp). Indikator ini merupakan asam diprotik dan tidak berwarna. Saat direkasikan, fenolftalein terurai dahulu menjadi bentuk tidak berwarnanya dan kemudian, dengan menghilangnya proton kedua dari indikator ini menjadi ion terkonjugat maka akan dihasilkan warna merah muda, pada titik akhir titrasi terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O
Dari proses titrasi diperoleh volume larutan NaOH 0,5 M yang diperlukan untuk menetralkan asam dalam larutan yaitu asam asetat, dimana untuk tiap konsentrasi asam asetat dilakukan pengulangan. Adapun volume NaOH yang diperlukan untuk konsentrasi asam asetat 0,5 M adalah 12,75 ml, 0,25 adalah 22,55 ml; dan 0,125 adalah 11,45 ml. Hasil yang diperoleh ini menunjukkan bahwa antara konsentrasia sam asetat dengan volume NaOH yang diperlukan dalam titrasi memiliki hubunganyang sebanding. Walaupun ada volume yang sangat sedikit dan ada agat naik drastis, itu dikarenakan, kurangnya distribusi saat pengocokan, kemudian ada zat yang tumpah/keluar saat pengocokan, sehingga berpengaruh pada saat proses titrasi yaitu pada volumenya. Pada dasarnya, Semakin besar konsentrasi asam asetat yang digunakan, maka volume larutan NaOH yang diperlukan untuk menetralkan asam asetat tersebut juga akan semakin banyak. Secara teknik, faktor pengocokan sangat penting dan mempengaruhi proses distribusi suatu larutan organik pada pelarut organik dan air yang tidak saling campur. Selain itu, temperatur juga mempengaruhi proses ekstraksi, karena ekstraksi harus dilakukan pada tempertur konstan.
Dari volume NaOH yang diperoleh dapat dilakukan perhitungan untuk mencari nilai koefisien distribusi dari percobaan yang dilakukan Nilai KD untuk larutan asam asetat pada konsentrasi tiap konsentrasi secara berurutan sebesar ; dan , sedangkan nilai KD untuk asam oksalat pada setiap konsentrasi secara berurutansebesar 0,25; -0,24 dan -0,426. Dari perhitungan yang dilakukan diperoleh nilai Kd dengan perbandingan hampir sama. Hal ini hampir sesuai dengan literatur dimana semakin tinggi konsentrasi asam asetat maka nilai KD yang diperoleh juga semakin tinggi. Penyebab dari ketidaksesuaian ini adalah kecepatan dari pengocokan yang tidak sama antara kedua larutan sehingga tidak terjadi pemisahan secara sempurna.
Asam cuka (CH3COOH) berfungsi sebagai zat yang akan diidentifikasi kadar asam asetatnya. Natrium hidroksida (NaOH) berfungsi sebagai larutan standar untuk menitrasi asam cuka(titran). Indikator Phenolphtalein (pp) berfungsi sebagai indikator yang menunjukkan titik akhir titrasi dan untuk akuades berfungsi sebagai pelarut. Fungsi petroleum eter adalah sebagai pelarut organik yang digunakan untuk melarutkan asam asetat. Untuk fungsi alatnya yaitu : pipet tetes berfungsi untuk mengambil indikator dan memasukkannya ke dalam Erlenmeyer. Erlenmeyer sendiri berfungsi sebagai wadah zat yang akan dititrasi. Statif dan klem berfungsi sebagai penyanggah berdirinya buret. Fungsi buret itu sendiri adalah sebagai wadah untuk titrannya (NaOH). Beaker glass berfungsi sebagai wadah campuran yang diaduk. Corong pisah disini berfungsi untuk memasukkan larutan standar ke dalam buret. Maupun ke dalam Erlenmeyer. Fungsi batang pengaduk adalah alat untuk mengaduk dua zat yang dicampur agar terbentuk larutan yang homogen. Sifat fisika dari asam asetat adalah memiliki rumus molekul CH3COOH, massa molar 60.05 gr/mol, densitas dan fase 1.049 g/cm3, cairan. 1.266 g/cm3, padatan. Titik lebur 16.50C (289.6 ± 0,5 K) (61.6 0F). titik lebur sebesar 118.10C (391.2 ± 0.6 K) (244.5 0F). Penampilan cairan higroskopis tak berwarna. Sedangkan sifat kimianyaa dalah melarut dengan mudah dalam air, bersifat higroskopis dan korosif, asam asetat merupakan asam lemah dan monobasik. Asam asetat dapat merubah kertas lakmus biru menjadi merah. Asam asetat membebaskan CO2 dari karbonat dan asam asetat menyerang logam yang melibatkan hidrogen. Sifat fisika untuk NaOH adalah memiliki densitas dan fase 2.100 g/cm3, memiliki titik lebur dan titik didih sebesar 3180C dan 13900C, penampilan yaitu cairan higroskopis tak berwarna. Sedangkan untuk sifat kimianya yaitu mudah menyerap gas CO2, senyawa ini sangat mudah larut dalam air, merupakan larutan basa kuat, sangat korosif terhadap jaringan tubuh dan tidak berbau. Sifat fisika untuk indikator PP yaitu memiliki rumus molekul C20H14O4, Penampilan berupa padatan Kristal tak berwarna dan memiliki massa jenis 1,227, berbentuk larutan, termasuk asam lemah dan larut dalam air. Sedangkan untuk sifat kimianya adalah trayek pH berkisar pada 8,2-10, dan merupakan indikator dalam analisis kimia, tidak dapat bereaksi dengan larutan yang direaksikan, hanya sebagai indikator, larut dalam 95% etil alkohol, merupakan asam dwiprotik, tidak berwarna saat asam dan saat kondisi basa akan berwarna merah lembayung. Adapun sifat fisik dan kimia dari dietil eter yaitu memiliki rumus molekul CH3CH2-O-CH2-CH3, dengan titik didih 35 °C dan konstanta dielektriknya sebesar 4.3, serta memiliki massa jenis sebesar 0.713 g/ml. Adapun faktor kesalahan dalam percobaan kali ini yaitu :
− Kesalahan ketika pengocokkan menyebabkan cairan yang terdapat pada labu keluar dan distribusi terhambat, sehingga berpengaruh pada jumlah volume NaOH yang bereaksi.
− Kesalahan pada saat pengenceran asam asetat, kemungkinan larutan tidak tepat pada batas tepat.
− Kesalahan pada saat melakukan titrasi, termasuk kesalahan yang bisa menyebabkan pengaruh pada nilai semua perhitungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi diantaranya:
1. Temperatur
Semakin tinggi suhu maka reaksi semakin cepat sehingga volume titrasi
menjadi kecil, akibatnya berpengaruh terhadap nilai k.
2. Jenis Pelarut
Apabila pelarut yang digunakan adalah zat yang mudah menguap maka akan sangat mempengaruhi volume titrasi, akibatnya berpengaruh pada perhitungan nilai k.
3. Jenis Zat Terlarut
Apabila zat akan dilarutkan adalah zat yang mudah menguap atau higroskopis, maka akan mempengaruhi normalitas (konsentrasi zat tersebut), akibatnya mempengaruhi harga k.
4. Konsentrasi
Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar pula harga k.
BAB IV
PENUTUP
5.1. SimpulanAdapun kesimpulan dari percobaan ini adalah kelarutan suatu zat terlarut dalam dua larutan yang tidak salaing campur akan terbentuk dua fase, dimana fase di bawah merupakan larutan yang memiliki massa jenis > 1 dan larutan pada fase di atas merupakan larutan dengan massa jenis < 1. Nilai konstanta Distribusi yang diperoleh dalam percobaan ini adalah sebesar
5.2. Saran
Adapun saran yang diberikan dalam percobaan kali ini adalah untuk praktikum lain waktu dapat digunakan larutan asam kuat H2SO4 dengan asam lemah CH3COOH untuk melihat pengaruh fase yang terbentuk pada kondisi pH yang jauh berbeda, sehingga dapat dilihat apakah pH mempengaruhi pembentukan Fase atau tidak pada percobaan ini.
Daftar Pustaka
Basset, J., R., Denny dan G., H., Jeffrey. 1994.” Buku Ajar Vogel Kimia Kuantitatif Anorganik”. Edisi ke-4, Penerjemah: A., H., Pudjatmaka dan L, Setrono. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Burleigh, T., D., Schmuki.P., Virtanen, S. (2008).” Properties Of The Nanoporus Anodic Oxide Elektrochemically Grown On Steel In Hot 50% NaOH “: Materials and Metalluargical Engineering Departement. New Mexico Tech. Acta. 45-53.
Daintith, J. (1994).” Kamus Lengkap Kimia Oxport ”. Erlangga. Jakarta.
Day, R., A. Dan Underwood, A., L. 20 [...]Laporan Praktikum Distribusi Zat Terlarut Antara Dua Pelarut yang Tidak Saling Campur | Kimia Fisika |
PDF | DOC | DOCX | SCRIBD | ACADEMIA |
Selengkapnya download disini
Server Link Download:
| Tustfiles |
No comments:
Post a Comment